Wonderful Tonight



Wonderful Tonight

Walaupun bukan malam minggu, tetapi cafe ini tetap saja penuh dengan pengunjung. Sajian makanan yang pas ditemani musik yang mengalun dari Grup Band lokal semakin membuat suasana temaram bertambah romantis.
Kulayangkan pandangan ke sekeliling, hampir semua adalah pasangan pria dan wanita. Tetapi sosok yang aku cari belum aku temukan.
“Gwen!” teriak seseorang mengejutkanku.
Dia melambaikan tangannya kearahku dan aku membalasnya dengan senyuman dan berjalan menghampirinya.
“Gwen, this is my cousin, Christin.” Tendi berdiri kemudian memperkenalkan aku pada seorang gadis yang duduk di depannya.
Aku menyambut uluran tangan gadis itu.
“And this is her boyfriend, Hans.” Lanjut Tendi membuatku terkejut
Kuteliti wajah cowok yang duduk di samping Christin, dan benar, dia adalah Hans yang sama.
Wajahnya sama terkejutnya sepertiku, tapi aku tetap saja membalas uluran tangannya.
“Hari ini mereka lagi ngerayain setahun jadian.” Tendi meneruskan bicaranya sambil melingkarkan kedua tangannya di bahuku
“Oh, selamat ya, Christin, Hans.” Ucapku kemudian
“Makasih Gwen.” Jawab Christin sambil tersenyum manis
“Ok. Aku kesana dulu ya. Kalian ngobrol aja dulu.” Kata Tendi sambil mencubit pipiku lalu setengah berlari menuju stage di ujung jalan.
Aku tersenyum kemudian duduk di kursi yang tadi dipakai Tendi duduk.
“This song, dedicated for Christin & Hans, Happy first anniversary. And for the Girl, I met one year ago in this place. Thanks for being with me, for these three months. Love you Gwen.” Kata-kata Tendi membuatku tersenyum
Kemudian musik terdengar mengiringi suara Tendi menyanyikan lagu milik Eric Clapton.

It's late in the evening
She's wondering what clothes to wear
She puts on her makeup
And brushes her long blonde hair
And then she asks me, Do I look all right
And I say yes, you look wonderful tonight

Lagu itu membawa pikiranku ke peristiwa setahun yang lalu, di tempat ini.

“Kamu banyak berubah.” Ucap Hans mengejutkanku
“Seiring waktu, orang memang harus berubah. Banyak yang harus disesuaikan.” Jawabku sambil mengangkat gelas berisi hot cappucino, kemudian meneguknya perlahan
“Tapi aku tidak suka dengan perubahanmu.” Ucap Hans lagi
“Lalu aku harus bagaimana? Kau yang membuatku seperti ini.”
Ku letakkan kembali cangkir putih itu di meja
“Iya, aku tahu. Aku minta ma’af. Aku banyak melakukan kesalahan dan sekarang aku berusaha memperbaikinya. Tapi kenapa kamu berubah sebanyak ini? Aku merasa kamu sudah tidak mencintai aku lagi. Sudah tidak menyayangi aku lagi. Apakah ada orang lain?” Hans menatapku seakan mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya
“Hans, sebanyak apapun aku berubah, perasaanku masih sama seperti dulu. Masih sayang kamu.” Aku menarik nafas panjang sebelum meneruskan kata-kataku. “Hanya saja, aku tak bisa membiarkan hatiku disakiti lagi.”
“Aku ingin kamu kembali seperti dulu.”
“Ma’afkan aku, Hans.” Aku tertunduk
“Baiklah. Jika memang itu yang kamu mau. Aku juga tak akan memaksamu. Bila memang kamu sudah ada orang lain, semoga kamu bahagia.”
“Hans !” teriakku, “Ini bukan masalah orang lain. Hanya itukah yang ada dalam pikiranmu? Sedemikian burukkah aku di mata kamu sehingga kamu selalu mencurigai aku?” darahku naik. Panas menjalar kesemua bagian tubuhku
“Ma’af.” Jawab Hans pelan
“Ok. Hans, mungkin memang kita sudah tidak bisa berjalan bersama lagi. Aku tau kita banyak perbedaan, dan kukira walaupun dengan perbedaan apapun, kita masih bisa berdampingan, tapi ternyata sebaliknya. Aku tak mau selamanya hidup dalam kecurigaanmu itu. Karena sekeras apapun aku berusaha meyakinkanmu, kamu tak akan pernah percaya.” Aku berdiri dan setengah berlari menuju toilet sebelum air mataku terjatuh.
Hubungan penuh perbedaan yang aku perjuangan selama 2 tahun ini, ternyata harus berakhir seperti ini.
Saat aku kembali dari toilet, Hans sudah tidak di situ lagi. Aku kembali duduk di bangku semula, dan terdiam hampir 1 jam tanpa menyentuh makanan dan minuman di mejaku sampai seseorang mengejutkanku.
“Hai, aku Tendi.” Cowok itu mengulurkan tangannya
Aku terdiam tidak membalasnya
Cowok itu duduk di depanku
“Cafe sudah hampir tutup. Masih mau di sini?” lanjut cowok yang bernama Tendi itu
“Oh, iya ma’af.” Jawabku dengan terburu-buru mengemasi barang-barangku dan segera berlalu dari tempat itu meninggalkan cowok itu yang ganti terdiam
*
Thanks Tendi, for the beautiful song.” Suara Christin mengejutkanku
You’re welcome cousin.” Jawab Tendi yang sudah berdiri di hadapanku dengan ceria dan langsung duduk di kursi sebelahku
“So, berhasil juga akhirnya jadian sama Gwen? He would be mad, if he can’t get you, Gwen. He waited for 9 months.” Kata Christin sambil tertawa
“I’m dying for 9 months, and finally my life back when she say Yes.” Jawab Tendi sambil meraih jariku
Aku tersenyum, dan tanpa sadar, kuarahkan pandanganku pada Hans yang kini juga mencoba untuk tersenyum
“Ok. I think we have to go now. There are something that we have to take care of.” Ucap Christin sambil berdiri dari kursinya dan Hans mengikutinya
“Ok. Thanks for stopping by.” Jawab Tendi
“See you later Gwen.” Christin mengulurkan tangannya
“See you later Christin.” Dan akupun membalasnya
Tatapanku mengikuti Christin dan Hans melangkah keluar dari cafe
What a lovely couple.” Tendi mengejutkanku
“Gwen, satu lagu lagi ya, setelah itu aku antar kamu pulang.” Lanjut Tendi
“Ah, i..iya.” Jawabku gugup
“Gwen, ada apa sama kamu? Hari ini kamu lain.” Tendi membuatku semakin gugup dengan pertanyaannya
“Oh, ya.. Ma’af.” Jawabku kemudian
“Ya sudah. Tunggu di sini dulu ya.” Tendi menepuk bahuku
“Tendi...” Aku memanggil Tendi yang sudah hampir melangkahkan kakinya menuju stage
 “Iya?”
“Aku... Sebenarnya aku sudah kenal dengan Hans.” Ucapku pelan
“Gwen sayang, aku tahu.” Jawaban Tendi kembali mengejutkanku
“Aku juga tahu, bahwa dialah yang membuat kamu menangis setahun yang lalu. Tepat di tempat ini. Tapi aku tak akan pernah mengungkit masa lalu kamu.” Tendi meraih jemariku. “Tak akan kubiarkan kamu menangis lagi, tak akan kubiarkan seorangpun membuatmu mengeluarkan air mata kesedihan.” Lanjut Tendi sambil mencium jemariku
Mataku terasa hangat dan sepertinya cairan ini berusaha menerobos keluar
“Katanya tidak mau membiarkan aku menangis, tapi sekarang kamu malah membuatku ingin menangis.” Ucapku
“Menangislah Gwen, jika itu adalah tangisan bahagia.” Tangan kanan Tendi meraih kepalaku dan mengelus rambutku
“Tendi...” akhirnya air mata itu keluar juga tetapi diiringi dengan senyuman yang mengembang di bibirku, juga bibir Tendi
“Tendi!” teriak Rony teman Tendi dari atas stage
“Gwen sayang, aku nyanyi dulu ya.” Tendi berdiri dan mencium keningku sebelum melangkah menjauh menuju stage
Aku menjawabnya dengan anggukan
Tendi, terima kasih karena sudah hadir dalam hidupku. Terima kasih sudah mempercayaiku.

(©dee, 15 September 2014)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar