Wonderful Tonight

Kulayangkan pandangan ke sekeliling,
hampir semua adalah pasangan pria dan wanita. Tetapi sosok yang aku cari belum
aku temukan.
“Gwen!” teriak seseorang
mengejutkanku.
Dia melambaikan tangannya kearahku
dan aku membalasnya dengan senyuman dan berjalan menghampirinya.
“Gwen,
this is my cousin, Christin.” Tendi berdiri kemudian memperkenalkan
aku pada seorang gadis yang duduk di depannya.
Aku menyambut uluran tangan gadis
itu.
“And
this is her boyfriend, Hans.” Lanjut Tendi membuatku terkejut
Kuteliti wajah cowok yang duduk di
samping Christin, dan benar, dia adalah Hans yang sama.
Wajahnya sama terkejutnya sepertiku,
tapi aku tetap saja membalas uluran tangannya.
“Hari ini mereka lagi ngerayain
setahun jadian.” Tendi meneruskan bicaranya sambil melingkarkan kedua tangannya
di bahuku
“Oh, selamat ya, Christin, Hans.”
Ucapku kemudian
“Makasih Gwen.” Jawab Christin
sambil tersenyum manis
“Ok. Aku kesana dulu ya. Kalian
ngobrol aja dulu.” Kata Tendi sambil mencubit pipiku lalu setengah berlari
menuju stage di ujung jalan.
Aku tersenyum kemudian duduk di
kursi yang tadi dipakai Tendi duduk.
“This
song, dedicated for Christin & Hans, Happy first anniversary. And for the
Girl, I met one year ago in this place. Thanks for being with me, for these
three months. Love you Gwen.” Kata-kata Tendi membuatku tersenyum
Kemudian musik terdengar mengiringi
suara Tendi menyanyikan lagu milik Eric Clapton.
It's
late in the evening
She's
wondering what clothes to wear
She
puts on her makeup
And
brushes her long blonde hair
And
then she asks me, Do I look all right
And
I say yes, you look wonderful tonight
Lagu itu membawa pikiranku ke peristiwa setahun yang lalu, di tempat ini.
“Kamu
banyak berubah.” Ucap Hans mengejutkanku
“Seiring
waktu, orang memang harus berubah. Banyak yang harus disesuaikan.” Jawabku sambil
mengangkat gelas berisi hot cappucino, kemudian meneguknya perlahan
“Tapi
aku tidak suka dengan perubahanmu.” Ucap Hans lagi
“Lalu
aku harus bagaimana? Kau yang membuatku seperti ini.”
Ku
letakkan kembali cangkir putih itu di meja
“Iya,
aku tahu. Aku minta ma’af. Aku banyak melakukan kesalahan dan sekarang aku
berusaha memperbaikinya. Tapi kenapa kamu berubah sebanyak ini? Aku merasa kamu
sudah tidak mencintai aku lagi. Sudah tidak menyayangi aku lagi. Apakah ada
orang lain?” Hans menatapku seakan mencari jawaban dari
pertanyaan-pertanyaannya
“Hans,
sebanyak apapun aku berubah, perasaanku masih sama seperti dulu. Masih sayang
kamu.” Aku menarik nafas panjang sebelum meneruskan kata-kataku. “Hanya saja,
aku tak bisa membiarkan hatiku disakiti lagi.”
“Aku
ingin kamu kembali seperti dulu.”
“Ma’afkan
aku, Hans.” Aku tertunduk
“Baiklah.
Jika memang itu yang kamu mau. Aku juga tak akan memaksamu. Bila memang kamu
sudah ada orang lain, semoga kamu bahagia.”
“Hans
!” teriakku, “Ini bukan masalah orang lain. Hanya itukah yang ada dalam
pikiranmu? Sedemikian burukkah aku di mata kamu sehingga kamu selalu mencurigai
aku?” darahku naik. Panas menjalar kesemua bagian tubuhku
“Ma’af.”
Jawab Hans pelan
“Ok.
Hans, mungkin memang kita sudah tidak bisa berjalan bersama lagi. Aku tau kita
banyak perbedaan, dan kukira walaupun dengan perbedaan apapun, kita masih bisa
berdampingan, tapi ternyata sebaliknya. Aku tak mau selamanya hidup dalam
kecurigaanmu itu. Karena sekeras apapun aku berusaha meyakinkanmu, kamu tak
akan pernah percaya.” Aku berdiri dan setengah berlari menuju toilet sebelum air mataku terjatuh.
Hubungan
penuh perbedaan yang aku perjuangan selama 2 tahun ini, ternyata harus berakhir
seperti ini.
Saat
aku kembali dari toilet, Hans sudah tidak di situ lagi. Aku kembali duduk di
bangku semula, dan terdiam hampir 1 jam tanpa menyentuh makanan dan minuman di
mejaku sampai seseorang mengejutkanku.
“Hai,
aku Tendi.” Cowok itu mengulurkan tangannya
Aku
terdiam tidak membalasnya
Cowok
itu duduk di depanku
“Cafe
sudah hampir tutup. Masih mau di sini?” lanjut cowok yang bernama Tendi itu
“Oh,
iya ma’af.” Jawabku dengan terburu-buru mengemasi barang-barangku dan segera berlalu
dari tempat itu meninggalkan cowok itu yang ganti terdiam
*
“Thanks Tendi, for the beautiful song.” Suara
Christin mengejutkanku
“You’re welcome cousin.” Jawab Tendi yang
sudah berdiri di hadapanku dengan ceria dan langsung duduk di kursi sebelahku
“So,
berhasil juga akhirnya jadian sama Gwen? He
would be mad, if he can’t get you, Gwen. He waited for 9 months.” Kata Christin
sambil tertawa
“I’m dying for 9 months, and finally
my life back when she say Yes.”
Jawab Tendi sambil meraih jariku
Aku
tersenyum, dan tanpa sadar, kuarahkan pandanganku pada Hans yang kini juga
mencoba untuk tersenyum
“Ok. I think we have to go now. There
are something that we have to take care of.” Ucap Christin sambil berdiri dari kursinya dan Hans
mengikutinya
“Ok. Thanks for stopping by.” Jawab Tendi
“See you later Gwen.” Christin mengulurkan tangannya
“See you later Christin.” Dan akupun membalasnya
Tatapanku
mengikuti Christin dan Hans melangkah keluar dari cafe
“What
a lovely couple.” Tendi mengejutkanku
“Gwen,
satu lagu lagi ya, setelah itu aku antar kamu pulang.” Lanjut Tendi
“Ah,
i..iya.” Jawabku gugup
“Gwen,
ada apa sama kamu? Hari ini kamu lain.” Tendi membuatku semakin gugup dengan
pertanyaannya
“Oh,
ya.. Ma’af.” Jawabku kemudian
“Ya
sudah. Tunggu di sini dulu ya.” Tendi menepuk bahuku
“Tendi...”
Aku memanggil Tendi yang sudah hampir melangkahkan kakinya menuju stage
“Iya?”
“Aku...
Sebenarnya aku sudah kenal dengan Hans.” Ucapku pelan
“Gwen
sayang, aku tahu.” Jawaban Tendi kembali mengejutkanku
“Aku
juga tahu, bahwa dialah yang membuat kamu menangis setahun yang lalu. Tepat di
tempat ini. Tapi aku tak akan pernah mengungkit masa lalu kamu.” Tendi meraih
jemariku. “Tak akan kubiarkan kamu menangis lagi, tak akan kubiarkan seorangpun
membuatmu mengeluarkan air mata kesedihan.” Lanjut Tendi sambil mencium
jemariku
Mataku
terasa hangat dan sepertinya cairan ini berusaha menerobos keluar
“Katanya
tidak mau membiarkan aku menangis, tapi sekarang kamu malah membuatku ingin
menangis.” Ucapku
“Menangislah
Gwen, jika itu adalah tangisan bahagia.” Tangan kanan Tendi meraih kepalaku dan
mengelus rambutku
“Tendi...”
akhirnya air mata itu keluar juga tetapi diiringi dengan senyuman yang
mengembang di bibirku, juga bibir Tendi
“Tendi!”
teriak Rony teman Tendi dari atas stage
“Gwen
sayang, aku nyanyi dulu ya.” Tendi berdiri dan mencium keningku sebelum
melangkah menjauh menuju stage
Aku
menjawabnya dengan anggukan
Tendi,
terima kasih karena sudah hadir dalam hidupku. Terima kasih sudah mempercayaiku.
(©dee, 15 September 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar